Sejak
menjalani praktek mengajar beberapa bulan yang lalu, saya sering merasa
kecapean sehabis mengajar, belum lagi tenggorokan yang kering dan suara yang hampir
habis. Hal-hal ini tidak pernah saya duga sebelumnya, karena ketika saya mengajar mahasiswa, saya jarang merasakan hal-hal itu.
Ya tentu
saja mengajar mahasiswa dan siswa itu berbeda. Mahasiswa yang tingkat kesadaran
belajarnya sudah tinggi jarang berbicara dengan keras selama materi diajarkan,
karena kan biasanya mahasiswa kalau bosan itu langsung keluar kelas atau tidur
di kelas, jadi tidak menimbulkan keberisikan. Nah, kalau siswa berbeda, mereka
lebih sering berbicara di dalam kelas dengan volume suara yang cukup keras,
sehingga untuk berbicara di depan kelas pun suara harus lebih keras lagi. Terutama
jika mengajar di lab komputer, widiiih, keributannya bisa double. Karena sering
mengajar dengan suara keras, saya selalu kehabisan suara dan tenaga setelah
habis mengajar. Mungkin penyebabnya karena cara saya mengajar yang banyak
berbicara selama di kelas. Huuuffft.
Dengan segala
yang rasakan di atas, saya jadi berpikir dengan flashback ke masa-masa saya
kuliah di semester-semester sebelumnya, apakah saya pernah diajarkan bagaimana
cara mengatur suara ketika mengajar di depan kelas, apakah saya pernah
diajarkan cara berjalan ketika masuk ke dalam kelas, dan apakah saya pernah
diajarkan tata cara saya bersikap sebagai seorang guru?
Selama 6
semester saya kuliah, seingat saya, saya belum pernah diajarkan itu (ingatkan
saya kalau ternyata memang pernah diajarkan). Ketika ada micro teaching pun
saya langsung diminta untuk mengajar di depan teman-teman saya, lalu setelah
itu dosen memberikan pendapat mengenai kesesuaian RPP dengan apa yang saya
ajarkan di depan kelas lalu dosen tersebut meminta teman-teman saya yang lain untuk
berkomentar tentang penampilan saya.
Saya jadi
teringat ketika oma saya bercerita bahwa ketika beliau masih menjadi mahasiswa
keguruan, beliau diajarkan cara mengeluarkan suara lantang tanpa merasa
kecapekan, diajarkan cara berbicara dengan bermacam-macam intonasi untuk
berbagai macam kondisi di kelas, diajarkan bagaimana cara menulis di papan
tulis, diajarkan bagaimana cara berjalan dan berdiri di dalam kelas, dan
berbagai teknik-teknik lainnya.
Pertanyaannya
adalah kenapa saya tidak mendapatkan kuliah seperti itu? Padahal menurut saya,
hal-hal tersebut sangat penting bagi calon guru. Jika mahasiswa pendidikan
tidak mendapatkan materi seperti itu, lalu apa bedanya dengan mahasiswa non
pendidikan? Toh sekarang guru bukan hanya dari mahasiswa pendidikan saja, semua
orang bisa menjadi guru. Yaaa, paling tidak kan kalau mahasiswa pendidikan
mendapatkan materi seperti itu jadi memiliki nilai lebih dibanding dengan yang
lain. Hehe.
Yaaaa, ini
hanya sekedar curahan hati disaat galau skripsi.