Selasa, 21 Februari 2012

Curhat Mahasiswa Tingkat Akhir Part 1

Sejak menjalani praktek mengajar beberapa bulan yang lalu, saya sering merasa kecapean sehabis mengajar, belum lagi tenggorokan yang kering dan suara yang hampir habis. Hal-hal ini tidak pernah saya duga sebelumnya, karena ketika saya mengajar mahasiswa, saya jarang merasakan hal-hal itu.

Ya tentu saja mengajar mahasiswa dan siswa itu berbeda. Mahasiswa yang tingkat kesadaran belajarnya sudah tinggi jarang berbicara dengan keras selama materi diajarkan, karena kan biasanya mahasiswa kalau bosan itu langsung keluar kelas atau tidur di kelas, jadi tidak menimbulkan keberisikan. Nah, kalau siswa berbeda, mereka lebih sering berbicara di dalam kelas dengan volume suara yang cukup keras, sehingga untuk berbicara di depan kelas pun suara harus lebih keras lagi. Terutama jika mengajar di lab komputer, widiiih, keributannya bisa double. Karena sering mengajar dengan suara keras, saya selalu kehabisan suara dan tenaga setelah habis mengajar. Mungkin penyebabnya karena cara saya mengajar yang banyak berbicara selama di kelas. Huuuffft.

Dengan segala yang rasakan di atas, saya jadi berpikir dengan flashback ke masa-masa saya kuliah di semester-semester sebelumnya, apakah saya pernah diajarkan bagaimana cara mengatur suara ketika mengajar di depan kelas, apakah saya pernah diajarkan cara berjalan ketika masuk ke dalam kelas, dan apakah saya pernah diajarkan tata cara saya bersikap sebagai seorang guru? 

Selama 6 semester saya kuliah, seingat saya, saya belum pernah diajarkan itu (ingatkan saya kalau ternyata memang pernah diajarkan). Ketika ada micro teaching pun saya langsung diminta untuk mengajar di depan teman-teman saya, lalu setelah itu dosen memberikan pendapat mengenai kesesuaian RPP dengan apa yang saya ajarkan di depan kelas lalu dosen tersebut meminta teman-teman saya yang lain untuk berkomentar tentang penampilan saya. 

Saya jadi teringat ketika oma saya bercerita bahwa ketika beliau masih menjadi mahasiswa keguruan, beliau diajarkan cara mengeluarkan suara lantang tanpa merasa kecapekan, diajarkan cara berbicara dengan bermacam-macam intonasi untuk berbagai macam kondisi di kelas, diajarkan bagaimana cara menulis di papan tulis, diajarkan bagaimana cara berjalan dan berdiri di dalam kelas, dan berbagai teknik-teknik lainnya.

Pertanyaannya adalah kenapa saya tidak mendapatkan kuliah seperti itu? Padahal menurut saya, hal-hal tersebut sangat penting bagi calon guru. Jika mahasiswa pendidikan tidak mendapatkan materi seperti itu, lalu apa bedanya dengan mahasiswa non pendidikan? Toh sekarang guru bukan hanya dari mahasiswa pendidikan saja, semua orang bisa menjadi guru. Yaaa, paling tidak kan kalau mahasiswa pendidikan mendapatkan materi seperti itu jadi memiliki nilai lebih dibanding dengan yang lain. Hehe. 

Yaaaa, ini hanya sekedar curahan hati disaat galau skripsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar